kemaren aku ikut sebagai tim choir dalam acara KKR 3 camp nasional yang diadakan kampusku. heran, baru pertama kali ini aku mau ikut-ikutan dandan. tau gak kayak apa? disemprotin cat ijo dirambut, terus pake gliter2an segala, bajunya pake dasi ngejreng2. yang cewek, walah lebih parah! dandan abis, pake segala sesuatu yang aku tak tahu apa itu namanya. pokoknya mereka di make up! dibikin biar tambah cantik, rambutnya dibikin ini-itu biar tambah keren.
tetapi, sekali lagi, feeling sebagai seorang 'kiri' dan 'radikal' membuat aku bertanya, buat apa sih, kita dandan kaya ginian? mereka sih, jawab dengan enteng sekali, ya biar keliatan keren donk, biar kita bisa jadi berkat buat anak-anak muda. biar nanti pas ibadah, pujian dan penyembahannya jadi lebih semangat karena keberadaan tim choir yang ada di depan (tim choir ini tugasnya menari dan menyanyi gitu..).
tetapi memangkah itu esensinya???
sekali lagi, feelingku dan rasionalitasku mulai bekerja, aku pun duduk diam sebelum tampil malam itu, memikirkan yang aku yakin orang-orang itu tak memikirkannya...
satu pertanyaan mendasar yang selalu aku dengungkan jika aku tak menyetujui tentang sesuatu, "apakah Tuhan menginginkan ini semua??"
aku selalu bilang, kampusku ini terlalu amat sangat glamour, sangat mapan, dan kini komunitas ini sedang melalui tahap dekandensi yang tak mereka sadari. memang, perpustakaan kami sangat amat hebat, sumber2 primer ada di sini semua. namun, sikap mahasiswanya? membaca buku yang indonesia saja mereka sangat terbatas, apalagi mau (Sedikitnya mau, kalau mampu itu mah nanti) berusaha untuk melahap buku2 bahasa inggris yang merupakan sumber pengetahuan itu..
kampus ini terlalu glamour, dan lihat saja kehidupan mahasiswanya. hape mereka, baju mereka, kehidupan mereka. ah, aku sungguh tak pernah merasa nyaman dengan itu semua! karena bukankah Yesus yang ada dalam Sejarah sangat anti terhadap itu semua? YEsus sang Revolusioner yang menentang penindasan romawi,. dan memperingatkan kepada manusia untuk saling mengasihi????
kembali ke malam itu, akhirnya aku juga jadi memikirkan, bagaimana ya penyembahan dala era Yudaisme abad pertama? apa mereka waktu itu juga glamour seperti era masa kini? yang sangat 'hura-hura' sekali???
akh, aku jadi sangat ingin menyeledikinya, siapa tahu bisa menjawab pergumulan ini...
lalu komunitas ini bagaimana? tak apalah, aku memutuskan, tak perlulah aku terlalu menghakimi mereka dengan berpandangan terlalu ekstrim. toh, aku sudah sangat menyadari, bahwa pascamodernitas-lah yang membuat komunitas ini jadi seperti ini, filosofi yang tak disadari memukuli mereka jauuuh dari apa yang mereka pikirkan, memang dampaknya secara praktis, bukan secara teoretikal, tapi bukankah justru yang tak disadari itu sungguh amat berbahaya..
ah, sudahlah, kawan...
mari kita belajar merendahkan diri, dan menafsirkan segala sesuatu dari berbagai perspektf yang berbeda... siapa tahu jawaban atau permaknaan terhadapnya jauh lebih terang...
A major new article on the Distigmai in Codex Vaticanus
-
Just in time for Christmas:
Nehemia Gordon, Patrick Andrist, Oliver Hahn, Pavlos D. Vasileiadis, Nelson
Calvillo, and
Ira Rabin, ‘Did the Original Scri...
4 days ago
No comments:
Post a Comment