Sunday, January 10, 2010

Permenungan Eksistensial (2) : Kesepian; perspektif nabi Elia


Kemarin siang tiba-tiba aku terbangun dengan kaget dari tidur siangku tepat pukul 14.30. Dengan mata yang belum terbuka lebar, dan kesadaran otak yang masih tipis aku merasakan perutku keroncongan. " Akh Gawat!" pikirku, makanan tadi siang di ruang makan kampus pasti sudah dibereskan, mau tak mau aku harus pergi makan ke luar. Apalagi toh mumpung hari itu adalah hari minggu, seharian kami (penghuni kampus) boleh pergi ke luar asrama kapan saja. Langsung saja pikirku melayang ke Bakso Sarmut, alternatif terdekat untuk makan dengan cepat mengingat waktu yang mepet karena sore itu aku berencana juga untuk pergi beribadah ke gereja. Aku bangkit dari ranjangku, memakai jaket silver jelekku dan bercelana hitam, satu-satunya celana yang siap pakai di hari itu. Ah, aku nampaknya sedang beruntung! Tepat pada waktu itu ada seorang teman yang keluar untuk pergi pelayanan memakai motor, maka aku pun nunut boncengan dengan dia, meluncur pergi ke Bakso Sarmut di tepian jalan raya Tidar..

Sesampainya di sana, tanpa ba bi bu, aku langsung masuk, mengambil mangkok dan mulai mengambil beragam jenis yang ditawarkan bakso Sarmut. Dasar perut sudah tak bermain lagi keroncong, namun memainkan musik metal yang memekakkan telinga a la DeadSquad yang hari-hari ini sedang kudengarkan, meminta agar diriku segera mengisinya dengan bantalan-bantalan bakso, tahu, siomay dan gorengan itu! Kemudian aku meminta diisi kuah bakso sarmut, mengambil sendok dan garpu, bersiap menyantap dengan sepenuh jiwa dan raga. Yah! aku akan makan! kemudian aku mengambil tempat duduk yang terdekat, dengan posisi menghadap ke arah jalan raya, dan memunggunggi meja kasir bakso pak sarmut. Aku berdoa, mengucap syukur kepada Allah Sang Pemelihara Hidupku.

Perlahan-lahan aku menikmati bakso sarmut melangkah masuk ke dalam mulutku melalui sendok dan garpuku, meluncur melalui tenggorokan, meliiuk-liuk di usus, dan sampai di lambung untuk dicerna lebih lanjut. Namun tiba-tiba rahangku tercekat! aku didera perasaan ketakutan secara tiba-tiba! perasaan yang serupa ketika beberapa waktu lalu aku mengikuti ibadah perkabungan kerabatku.

Di meja sebelah kanan aku melihat sepasang lansia, suami-istri duduk makan bersama dengan mesra. Mereka menikmati bakso sarmut bersama-sama, mungkin dengan gigi mereka yang mulai ompong namun dengan tingkat kebersamaan absolut! Akh sungguh mesra nian opa-oma itu! Di meja satunya lagi, duduk pula sepasang kekasih muda, lelaki dan perempuan, mereka juga menikmati bakso sarmut bersama-sama! Ah indah nian, cinta mereka berdua menjadi lebih berwarna dengan kebersamaan yang mereka jalin siang itu melalui bakso sarmut!

"Akh wan? apa yang perlu kau takutkan dari dua pasangan romantis itu???" pikirku membela diri yang sebenarnya sedang jengah dan gelisah.

Bombardir serangan ketakutan datang lagi kepada diriku, tak lama datanglah satu keluarga, dengan mama dan anak-anaknya, berjumlah empat orang. Dari mobil mereka (Honda Jazz!), serta dandanan dan tindak-tanduk mereka dapat diketahui mereka pasti berasal dari keluarga konglomerat, barangkali ayah mereka sedang memimpin rapat di suatu tempat hingga tak bisa melewatkan makan siang bersama keluarganya tercinta. Namun tetap saja, mereka datang bersama-sama dengan keluarga, sungguh romantis nian! sebuah keluarga yang utuh makan bareng bersama-sama di bakso sarmut! Akh! indah dan bahagia sekali! Bukankah keluarga adalah institusi organis yang paling indah di muka bumi ini??


Kembali aku menelisik diri, mencoba mengurai arti dari rasa ketakutan ini. Yah, aku ketakutan! Dan dalam selang waktu pendek laksana secepat kilat yang muncul dari atas langit, aku tercerabut dalam konteks ruang dan waktu yang aku alami. Seolah aku berada di sebuah dimensi dunia yang lain, sepasang opa-oma itu menghilang, sepasang pemuda-pemudi itu juga pergi, keluarga itu juga raib...
aku berada dalam struktur ruang waktu-ku sendiri, berada sendirian dengan diriku sendiri, memegang sendok dan garpu berusaha untuk terus menikmati waktu makanku namun aku tak mampu.


Yah, aku tahu, aku terserang sebuah ketakutan berkenaan dengan perasaan kesepian! [barangkali lagu soundtrack yang tepat adalah lagu dari Sheila on 7, "kami adalah pria-pria kesepian..." :-P]
Aku tak datang dengan pasangan (karena memang tak punya)! aku tak datang dengan teman! aku tak datang dengan keluarga! aku sendirian! dan perasaan ini juga sering menghantui aku akhir-akhir ini, perasaan sendiri, kesepian dan tak ada yang peduli kepada hidup dan diriku, perasaan yang menggelisahkan malam-malamku, membuat insomnia menyerang diri dan sakit kepala akibat kurang tidur..

Memang kesepian adalah sebuah tema besar yang sudah kualami dalam 19 tahun aku mengarungi lautan hidup di muka bumi ini. Sering aku merasa sendiri, tak punya kawan, tak punya kerabat, tak punya saudara, tak punya orangtua, karena semua terlampau sering sibuk dengan diri mereka masing-masing. Sungguh! Banyak ironi dan tragika hidup yang kualami, membuatku sering berada dalam perasaan kesepian yang sama! sendiri dalam luasnya cakrawala dunia! Sendiri dalam gegap gempitanya anak-anak muda yang melewatkan waktu bersama kekasih hati mereka! Sendiri dalam deru kegemibiraan sinar senyuman keluarga-keluarga bahagia..

Saat itu juga terlintas jelas dalam alam pikiranku yang dahulu kala masih sering merenungkan teks-teks yang berkenaan dengan kajian filsafat barat, diktum dari seorang filsuf Jerman yang kuanggap cukup mempengaruhi garis pemikiranku. Ia adalah Friederich Nietzsche, yang dalam salah satu bukunya (aku alpa) pernah mengatakan: 'Kesepian adalah rumahku.." Nietzsche adalah pribadi yang berani untuk menentang bentuk-bentuk otoritarian dalam hidupnya, orangtuanya, gereja, dan struktur moral masyarakat. Meski kemudian dirundung dalam sepinya hidup yang tak banyak berpihak padanya, tapi ia tak takut, tak gelisah, tak menangis, tapi ia berdiri tegak dan menikmati kesepian itu sendiri, Menjadikan kesepian itu kawan hidup yang tak perlu ditakuti, dan membuatnya berani untuk berkata 'ya' terhadap hidup di dunia kini, sekarang, dan saat ini..

Pikiranku tak berhenti kepada figur seorang Nietzsche, namun berkelana menembus dunia alkitab, aku teringat kepada Yesus ketika Ia disalib, bukankah Ia juga mengalami kesepian, ditinggalkan murid-muridNya, bahkan Ia berteriak: "Allah-Ku, Allah-Ku mengapa Engkau meninggalkan Aku?" Yesus merasakan kesepian! Pikiranku terus berlanjut tak berhenti, melayang ke dunia alkitab jaman kuno, era Perjanjian Lama, kepada figur seorang nabi besar yang dikagumi oleh orang Israel bahkan sampai era Perjanjian Baru, ia adalah Elia!

***

Dalam teks 1 Raja-raja 19: 1-18, dikisahkan bagaimana Elia (yang dalam kerangka penafsiranku) mengalami sebuah perasaan yang sama dengan apa yang aku rasakan, ya! perasaan kesepian itu! Nabi Elia pada waktu itu dilaporkan baru saja melakukan mujizat di gunung Karmel, ia membela nama Allah di hadapan umat Israel! Membuktikan bahwa Yahweh adalah Allah dan Tuhan yang hidup, yang bukan ciptaan manusia seperti dewa Baal! Namun, setelah mendengar ancaman dari Izebel, istri Ahab yang kejam nian lagi nyebelin itu, yang mengancam akan membunuh Elia dan berkata "membuat nyawamu (Elia) sama seperti nyawa salah seorang dari mereka itu (nabi Baal yang dibunuh Elia)" [ayat 2]. Maka Elia merasa takut, kemudian ia pergi ke Bersyeba, ke wilayah Yehuda, yang barangkali dia bisa selamat dari kejaran Izebel, serta meninggalkan bujangnya di sana. Kemudian apa yang Elia lakukan?

Elia pergi ke padang gurun dan ayat 4 melaporkan bahwa ia sendirian!! kemudian ia duduk di bawah sebuah pohon arar (katanya ini sejenis pohon beringin), dan merasakan bahwa ia ingin mati, Elia mengatakan: "Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik daripada nenek moyangku." Jelas! Di dalam kesendiriannya Elia merasakan sebuah perasaan kesepian! Merasakan bentuk depresi yang menyerang keseluruhan aspek hidupnya! Apalagi Elia adalah satu-satunya nabi yang sedang berkarya bagi Yahweh pada waktu itu! (ayat 14 melaporkan hal ini). Elia adalah nabi yang sedang merasakan kesepian!!!

Namun kemudian, apa yang terjadi?? ayat 5 mencatat bahwa seorang malaikat menyentuh dia, menyuruhnya untuk makan agar raganya bangkit kembali, kemudian menyuruh Elia pergi ke gunung Allah! Pergi ke gunung Horeb, sebuah tempat dimana Allah berkenan hadir sebelum Israel membuat Tabernakel, sebuah tempat yang berjarak 300 kilometer selatan dari Bersyeba. Sebuah tempat yang kini lebih dikenal dengan gunung Sinai! Ya, Elia disuruh pergi ke tempat Allah berkenan hadir! Elia disuruh pergi untuk mencari dan menemui Allah-Nya! Allah yang dilayaninya!

Da kemudia apa yang terjadi ya! Allah ada disana! dalam ayat 12 Allah menampakkan diri kepada Elia melalui "bunyi angin sepoi-sepoi basa". Allah menyatakan diri-Nya yang Kudus lagi Maha Kuasa itu! Allah menyatakan bahwa Elia tidaklah sendirian, namun ada Dia, Allah Immanuel, yang menyertai umat-Nya, menyertai nabi-Nya, menyertai para pelayan-Nya!
Kemudian, Allah dalam ayat yang ke 15 memerintahkan Elia untuk kembali ke jalannya, kembali kepada pekerjaannya di Israel, untuk mengurapi Hazael, raja atas Aram, Yehu, cucu Nimsi, sebagai raja atas Israel, dan mengambil Elisa bin Safat yang akan meneruskan pekerjaan kenabiannya. Inilah faktanya! Setelah Allah menyatakan diri dan penyertaan-Nya. Allah menyuruh Elia, nabi yang sedang kesepian itu untuk kembali bekerja! Elia mustinya sudah sadar, bahwa ia tak perlu mati, tak perlu merasa sendiri, tak perlu merasa kesepian, karena Allah menyertainya! Karena Allah bersama-sama dengan dia untuk menghadapi ancaman Izebel! Kisah selanjutnya mengenai Elia dan konfrotasinya dengan raja Ahab bisa pembaca ikuti sendiri dalam Kitab Raja-raja.

Dengan jelas, kini kita telah belajar! Sebagai pelayan Tuhan tak perlu kita merasa kesepian, dan sendiri! Karena bukankah Allah kita adalah Allah yang Immanuel! Allah yang nyata bersama-sama dengan kita, apalagi dengan kehadiran putra-Nya, Yesus Kristus di muka bumi ini! Sungguh Allah Sang Pencipta yang begitu transenden itu, ternyata juga imanen, dekat dengan manusia, bahkan bersama-sama dengan kita!

Yesus, anak tukang bangunan dari Galiliea itu pernah berkata kepada murid-muridnya: "Aku akan menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Matius 28:20b). Apakah lagi, fakta yang menggembirakan dan memberikan sukacita tiada tara selain daripada Allah yang bersama-sama umat-Nya, menghapuskan kesepian itu!!?

Karena itu, sidang pembaca yang adalah pelayan-pelayan Tuhan dalam konteks sosio-budaya mereka sendiri, tak perlu takut dengan fakta-fakta hadirnya kesepian dalam kehidupan setiap kita! Sebagai pelayan-pelayan Kerajaan Allah kita akan sering mendapati diri kita di dalam kesepian, itu pasti! Ketika hasil kerja keras pelayanan kita dipandang sebelah mata, ketika kita berkonflik dengan rekan sepelayanan, ketika kita dianggap buruk oleh jemaat yang kita layani, ketika tidak ada seorang pun yang peduli terhadap diri kita, ketika kita berada di dalam kondisi kerohanian dalam titik terbawah dan depresi yang amat sangat membekap kita, membuat kita berada di dalam kesendirian, berada di dalam kesepian!! Banyak hal, malahan yang bisa membuat kita merasakan kesepian itu!

Tetapi dalam kondisi kesepian yang bagaimanapun, kita tak perlu takut karena kita punya Allah! Ketika kita merasakan kesepian, maka yang kita lakukan adalah sebagaimana yang Elia lakukan, pergi le Gunung Horeb, pergi mencari Allah! Dan kita akan segera akan mendapati bahwa Allah bersama-sama dengan kita, sebagai gembala yang menjaga domba-Nya yang kesepian, meringis dalam kesendirian, sebagai Bapa yang menggendong anak-Nya, yang menangis dalam kehampaan dan ketidakmampuan. Dan Damai sejahtera, kelegaan, pembebasan, serta kelepasan akan diberikan-Nya kepada setiap kita!

***

Barangkali, manusia memang butuh momen-momen eksistensial seperti demikian, momen-momen hening, kesepian dan kesendiran. Karena di dalam momen-momen seperti itu manusia bisa menemukan kebutuhan akan hadirnya Sang Ilahi dalam kehidupan mereka, mengerti tentang diri, memahami tentang dunia, mengenal akan Allah. Barangkali, kesepian yang demikian yang dimaksudkan Albert Nolan, seorang Katolik dari ordo Dominikan itu dalam bukunya yang baru saja kubaca, Jesus Today: Spiritualitas, Kebebasan, Radikal. Sebuah buku spiritualitas bagi orang Kristen abad pascamodern. Dimana Nolan menyarankan agar manusia dapat memiliki waktu-waktu hening, waktu-waktu sepi dan sunyi, untuk merenungkan diri dan mencari Allah, sama seperti Yesus yang tak henti-hentinya berdoa di tempat yang sunyi dan sepi..




Kemudian, tiba-tiba aku kembali ke kesadaran, aku habiskan isi mangkok bakso-ku, kuseruput dengan tidak sabar isi botol tehkita-ku. Lalu, aku berdiri dan membayar uang kepada Pak Sarmut (btw, yang mana Pak Sarmut-nya aku nggak tahu lho!!). Lekas-lekas aku pergi meninggalkan rumah makan bakso Sarmut, menyeberang jalan dan menunggu angkot untuk pulang. Tak perlu sekian lama aku menungggu, angkot pun datang, ku setel MP4 playerku, dan kudengarkan lagu pertama dari track-list laguku, suara Giring, vokalis band lokal Nidji, sayup-sayup terdengar, ia bersenandung lagu dari almarhum Chrisye: "Aku tahu ku tak kan bisa, menjadi s'perti yang engkau minta,..."

Bersama sayup lagu jadul itu, aku memejamkan mata, mengkerutkan dahi, mengepalkan tangan, membulatkan tekad dan meneguhkan hati. Ya! Aku harus mengakhiri kesepian-kesepian serta kesendiran dalam hidupku! Tapi gimana caranya? Gampang!! Aku berjani, nanti kalau aku makan ke bakso sarmut aku akan mengajak temanku! Sehingga aku tak perlu dirundung rasa takut akan kesepian!!


Dan angkot pun bergerak, meluncur di jalan raya tidar menuju kampus tercinta...




Soli Deo Gloria!